PULANGNYA BIDADARI LANGIT
23 Maret 2008 / 14 Rabbiul Awal 1429 H
Setahun
terakhir kesehatan Mama sudah mulai membaik, hanya terkadang saja
penyakit ashma itu berkunjung, mungkin karena kurangya beban pikiran
beliau sekarang, ya kehidupan sudah mulai berjalan dengan indah, satu
per satu masalah sudah terselesaikan.
Saat itu aku duduk di bangku kelas VIII SLTA, tak terasa aku sudah 'hampir' remaja.
Tahun
itu tidak ada tanda-tanda akan di adakan acara "Maulid Nabi" di
Musholla kampung kami seperti tahun-tahun sebelumnya, mungkin karena
kurangnya donatur atau berbagai kendala lain, kebetulan sekarang
Bapak-lah yang di percaya untuk mengurusi Mushola, beliau adalah ketua
pengurus Mushola Al Mustaqim.
Pagi
itu aku bangun setelah shalat subuh, aku mencari Bapak dan Mama di
rumah, tapi tidak ada, hanya ada Kakak-ku di ruang tengah sedang mengaji
dan dua Adik-ku yang masih tidur disebelahku tadi, ternyata pagi itu
Bapak dan Mama pergi ke pasar untuk membeli berbagai kebutuhan hajatan,
Mama berencana mengadakan Maulid di Mushola, sehingga pagi-pagi buta itu
beliau sudah menjelajahi pasar, tapi tak lupa beliau sudah memasak
sarapan untuk kami.
Seperti
biasa pagi itu aku harus berangkat sekolah, aku di antar oleh Kakak
sulung-ku, tidak ada kejadian yang ganjil hari itu, semua berjalan
seperti biasa sampai waktu pulang tiba.
Saat
aku pulang pun Mama belum ada dirumah, karena itu hari sabtu maka Bapak
pulang lebih cepat dari biasanya, setelah Bapak shalat baru-lah Mama
datang, ternyata beliau sedang mempersiapkan makanan untuk Maulid nanti
malam di rumah tetanggaku, karena dirumahku dapurnya kecil maka untuk
urusan ini dilaksanakan di rumah sebelah.
Ternyata Mama tidak memasak nasi di rumah, mungkin karena seharian tadi beliau membantu memasak di rumah tetangga.
Seperti
biasa, aku hanya berbaring di depan televisi setelah pulang dari
sekolah, Mama membawakan se'ceting' nasi dan sepiring lauk untuk makan
siang Bapak, selagi Bapak makan siang Mama pergi ke kamar mandi untuk
berwudhu, rupanya beliau belum shalat zuhur.
"Brukkkkkk..." suara yang cukup keras terdengar dari arah belakang.
Kakak sulungku spontan langsung mendatangi arah suara itu, sedangkan aku masih asyik menonton televisi.
Tak lama berselang aku penasaran, aku mendatangi ke belakang, ternyata saat itu Mama sudah di bopong oleh
Kakak dan Bapak-ku, sontak aku terperanjat, dalam hatiku bertanya "apa
yang terjadi?", "apa mama baik-baik saja", aku melihat wajah Mama yang
tak berdaya, begitu juga tubuh beliau, nafas-nya saling berkejaran,
seperti terhimpit sesuatu.
Sepertinya
penyakit ashma Mama kambuh tiba-tiba, tidak seperti biasanya, padahal
sudah lama sekali beliau tidak sakit, ini aneh pikirku.
Aku memegang tangan Mama, dingin, lebih dingin lagi sekarang.
Bapak
berlari keluar, mencari mobil untuk mengantarkan Mama ke rumah sakit,
maklum rumah sakit cukup jauh dari rumahku, dengan keadaan yang seperti
ini mustahil untuk membawa Mama ke-rumah sakit dengan sepeda motor.
Tak
lama Nenek-ku datang, setahun terakhir Nenek tinggal bersama kami, saat
itu Kakak-ku pun keluar untuk mencari bantuan, sedangkan Mama sekarang
berada di pangkuan nenek, aku tak tahan melihatnya, aku takut, baru
sekarang aku merasa setakut ini karena penyakit Mama, walaupun sudah
biasa aku melihat ashma beliau kambuh tapi rasa takut kali ini
benar-benar mengganggu.
Aku
menangis, hanya itu yang bisa ku lakukan, Kakak-ku datang dan menyuruh
kami untuk masuk ke dalam kamar, Adik kecilku terus-terusan menangis,
aku semakin panik, aku tidak tahan berada di kamar, aku datangi Mama
yang saat itu berada di pangkuan Nenek, ku lihat beliau sudah tidak
bergerak, aku takut, sangat takut.
Beberapa
saat kemudian Bapak datang dengan mobil, Bapak mengangkat tubuh Mama ke
dalam mobil, ketakutanku semakin menjadi-jadi ketika melihat teryata
banyak warga yang sudah berkumpul di teras rumahku, tak lama kemudian
mobil yang membawa Mama mulai melaju.
Sekarang
hanya tinggal aku, adik-adikku dan Nenek-ku yang berada dirumah, aku
mencoba mengingat kejadian yang baru saja terjadi, "apa mama baik-baik
saja?" tanyaku dalam hati, aku mencoba membunuh perasan-perasan dan
pikiran-pikiran buruk yang mulai menghinggapi pikiranku, tapi aku tau
ini adalah hal buruk, tapi aku berharap ini tidak akan menjadi lebih
buruk lagi.
Banyak
tetangga yang menyusul ke rumah sakit, maklumlah, Mama adalah orang
yang supel dan mudah bergaul, tak heran beliau memiliki banyak teman di
lingkungan sekitar.
Aku,
aku hanya bisa berharap dan bedoa kepada Tuhan agar semuanya menjadi
baik-baik saja, tapi ketakutanku tak kunjung hilang, adik kecilku terus
saja menangis, aku mencoba menenangkannya, tapi untuk menenangkan diriku
sendiri saja aku kalang kabut.
5 menit...
10 menit...
15 menit...
30 menit...
satu jam ...
tak
ada kabar tentang Mama, tetangga yang tadi menjenguk pun tak kunjung
datang, aku semakin cemas, detak jantungku berdenyut dua kali lebih
cepat dari biasanya, tak henti-hentinya ku panjatkan doa kepada Tuhan,
"jangan ambil Mama".
Suara
kendaraan terdengar berhenti di depan rumah, ternyata itu adalah
tetangga sebelah rumah-ku yang baru saja membesuk Mama, aku langsung
mendatangi beliau berharap mendapat kabar baik.
sepertinya beliau terlihat tenang, pikiranku mulai membaik.
Tak kusangka tiba-tiba beliau memelukku, "apa yang terjadi?" bisikku dalam hati.
seperti mendengar pertanyaanku, beliau mendekapku dan berkata "Yang sabar Ki, Mama-mu sudah pulang"
Mendengar
itu tiba-tiba hatiku ngilu, rongga nafasku sesak, jantungku seperti tak
berdenyut, darah-darah mulai megkristal di sekujur tubuhku. aku merasa
langit runtuh dan menimpaku.
Ini
pasti hanya mimpi, aku hampir kehilangan kesadaran sebelum tangisan
adik-ku yang paling kecil membangunkanku, aku ingin menenangkannya, tapi
tubuhku seperti tak berdaya, pikiranku kosong, air mata mulai merembes
di mataku.
aku duduk di atas ranjang kamar Mama dan berharap aku segera terbangun, aku harap ini cuma mimpi buruk.
Aku menangis dalam bisu, tak ada suara yang terdengar, semuanya hilang, aku merasa sendirian sekarang.
Orang-orang
kampung mulai memenuhi rumahku saat aku keluar kamar, aku melihat
adik-ku menangis sejadi-jadinya di pekukan Nenek-ku, perasaanku mulau
tersayat, rasanya perih, pedih, getir.
Kakak
sepupuku datang bersama istrinya, begitu pula Bule dan Bude-ku, Bule
langsung turun dari motor, beliau hanya tahu Mama masuk rumah sakit,
bukan berita kepergian Mama.
Aku
memandang beliau yang mungkin mulai bertanya-tanya "kenapa dirumahku
banyak orang", sesaat kemudian beliau menangis sejadi-jadinya, begitupun
aku, aku ikut menangis.
"Brukkk.." suara beliau terjatuh, beliau pingsan tak sadarkan diri, mungkin beliau terkejut, sangat terkejut.
aku
tak heran kalau beliau sampai pingsan mendengar berita tersebut, karena
Mama sering bercerita bahwa sedari kecil Bule dan Mama memang sangat
dekat, dibandingkan dengan Bude ataupun dengan Bule 'sulung'ku.
Orang-orang pun mulai panik dan menggendong Bule ke Kamar-ku.
Tak
berselang lama aku mendengar suara ambulance dari kejauhan, aku benci
suara itu, ia seperti memecahkan gendang telingaku dengan kabar duka
yang akan ia bawa.
Bapak
orang pertama yang keluar dari ambulance tersebut, mata beliau memerah,
aku tahu beliau habis menangis, tapi tak ingin menunjukan kepada kami.
Pintu belakang mobil pun dibuka, Aku "jarik"
bermotif batik yang menutupi pembaringan Mama, aku merasa ribuan anak
panah menghujam jantungku, aku tidak bisa benafasa dengan baik, kaki-ku
lemah saat melihat jasad beliau di gotong masuk ke dalam rumah, Bapak
langsung memelukku dan menyuruhku masuk, Mama di baringkan di ruang
tengah, kaca-kaca rumah di tutup dengan sarung, aku tidak suka
pertunjukan ini.
Dengan menggendong adik-ku yang paling kecil Bapak masuk ke kamar, menyuruh aku, adik-ku dan kakak-ku untuk masuk.
Aku
terdiam, aku tidak ingin menangis dan memperburuk keadaan, Bapak
memeluk dan menciumi kami satu persatu, beliau bilang "sabar, Mama sudah
pulang, jangan di tangisi", itu tidak memperbaiki perasaanku
sedikitpun, bahkan sekarang aku merasa gunung yang sedari tadi ku tahan
mulai meledak, aku menangis, aku tidak bisa menahannya, begitu pula
dengan Adik-adik-ku, Kakak-ku hanya tersedu-sedu menahan tangis, sedang
Bapak tak bersuara sama sekali, tapi air matanya tumpah di pipi beliau.
Kakak
sepupuku masuk sambil berlinangan air mata, beliaulah yang membawa
masuk jenazah Mama dari ambulance ke dalam rumah, beliau ikut memeluk
kami, suasana benar-benar kelabu, aku melihat langit menghitam dan
matahari yang tak berani muncul.
__
Pagi
ini rumahku sangat ramai, aku sangat suka dengan keramaian, tapi tidak
kali ini, aku membenci dan mengutukinya, aku tidak percaya Tuhan dengan
cepat memanggil beliau.
Aku
berbaring didalam kamarku, mata-ku sembab, aku hampir kehilangan
suaraku, aku tak tidur semalaman, memikirkan mimpi buruk yang sedang
berlangsung.
Ingin
sekali rasanya aku melihat keluar kamar barang menengok jenazah Mama,
tapi aku tidak tahan, perasaan-perasaan buruk mulai menghampiri setiap
aku mendekati jenazah beliau.
Hari ini beliau akan dimakamkan, karena kemarin sudah terlalu senja untuk prosesi pemakaman, jenazah beliau diinapkan dirumah satu malam.
Sangat
banyak tamu yang datang, ya, beliau mempunyai sangat banyak teman,
beliau adalah orang baik dan suka bergaul, siapapun yang datang dan
berkunjung kerumah pasti beliau menyuruh untuk makan, barang denga tempe
dan tahu atau bahkan merelakan jatah makan beliau.
Aku
terbangun dari lamunanku ketika ada seorang pelayat memanggilku untuk
keluar dari kamar, saat aku keluar ternyata Mama sudah dikafani, semua
mata melihatku, aku benci tatapan orang-orang yang menebarkan rasa duka.
Disamping jenazah mama sudah ada Bapak, Kakak, dan adik-adikku.
Jarik
batik yang menutup seluruh tubuh Mama dibuka, aku melihat wajah beliau
yang memutih, bibir beliau yang pucat, mata beliau yang sudah tertutup.
Aku mencoba membutakan mataku, menutup pandangan yang membawa pilu di hatiku.
Adik-adik
dan Kakak-ku bergantian menciumi wajah beliau sambil menangis, aku
mulai mendekat, kucium pipi beliau. dingin, aku merasa wajah beliau
dingin, dinginnya merembet ke hatiku, dada-ku terasa sesak kembali.
tiba-tiba pikiranku memanas dan mencairkan dingin di hatiku, mengubahnya
menjadi airmata, aku sangat senang mencium Mama, tapi tidak kali ini,
aku menangis sejadi-jadinya saat kafan sudah membungkus wajah beliau,
Bapak memeluk-ku dengan erat sambil menggendong adik kecilku yang belum
genap berumur enam tahun.
Banyak sekali pelayat yang datang, rumahku sesak, begitu pula hatiku.
Mama
di sholatkan sebanyak tiga kali, karena Mushola kecil di kampungku
tidak sanggup menampung orang-orang yang ingin menyolati beliau, aku
senang karena beliau mempunyai banyak teman yang mencintainya.
Bapak
sengaja memilihkan lokasi makam Mama yang tidak terlalu jauh dari jalan
utama kuburan, karena beliau tau kami akan selalau melayat nanti.
Tubuh Mama sudah ditidurkan, menghadap kiblat, menghadap Baitullah, menghadap Ka'bah, tempat yang paling beliau ingin kunjungi.
Adzan sudah di kumandangkan, tanah kubur sudah di diturunkan, Talqin sudah di bacakan.
Aku sering melihat prosesi pemakaman, tapi baru kali ini aku merasakan duka-nya.
Orang-orang
mulai meninggalkan makam, aku dan keluarga juga beberapa teman dekat
Mama masih membisu di makam, Bapak memanjatkan doa-doa untuk Mama,
begitu pula dengan orang-orang itu, tapi aku tidak tau apa yang aku
lakukan, aku tidak ingin memanjatkan doa barang seikitpun, aku merasa
Tuhan sudah sangat kejam karena mengambil kebahagiaan dari kami.
Langit menghitam, matahari sudah tak nampak, gerimis mulai turun.
Kami bergegas pulang, sesampainya di rumah hujan turun begitu lebat.
Aku melamun, aku tidak ingin memikirkan apa yang baru saja terjadi, aku tak ingin memenuhi hatiku dengan duka yang menyakitkan.
"Ma, seperti-nya hari ini langit menangis kehilangan wanita sebaik engkau"
______
*aku
kehilangan sosok Mama saat berumur 13 tahun, tepat 14 Rabiul Awal 1429
Hijriah, pukul 14:30 WITA, saat itu umur beliau 33 tahun. 5 tahun
setelah kamatian beliau kami selalu mengunjungi makamnya setiap hari
Jum'at, kami sangat mencintai beliau, sosok wanita yang tegar dan penuh
dengan kasih sayang, semoga beliau mendapat tempat terbaik di sisi-Nya,
Aamiin*
5 komentar:
Aku lo hampir nangis ki :( Aku jadi sedih
Bagus ki ae deskripsinya. Cerita nyata emg ada kekuatannya
Aku jadi semangat mem-posting da ae :D
Makasih sudah berkunjung Ms. Ida Muliyati
amin ...
semoga beliau mndapat tempat yang indah disisi-Nya
:')
Aamiin, terimakasih sudah berkunjung Raden Mas Muhammad Widodo Suryaningrat
aku benci moment itu, aku bersyukur mamaku meluk km setidaknya sidin melaku akan hal yg benar gsan sdkit tenang akn km, aku rela dh bebagi mama wn km, semangat ki. aku syg km, adingku paling ganteng dh km ni.
Posting Komentar