BAPAK : Kelembutan Sutra dan Ketegaran Karang [Chap. I]

*Selamat pagi :), sudah lama tidak posting, post kali ini saya tulis sebagai rasa terimakasih sekaligus sebagai ungkapan rasa "betapa bangganya" saya terhadap sosok Bapak, Bapak saya tentunya :D, tulisan ini saya buat apa adanya khas penulis amatiran hehe, dengan beberapa bumbu penyedap biar terasa lebih gurih *kayak makanan aja* yah pokoknya seperti itulah intinya, silakah dinikmati :D*
_____________________________________________

Kitab-kitab kuning berbahasa Arab-Melayu yang tersusun rapih di lemari kamar Bapak adalah saksi betapa beliau sangat mencintai Ilmu.


Dahulu Bapak-lah yang mula-mula mengajari mengaji anak-anak dan remaja di kampung kami termasuk aku, adikku dan kakak-ku, setiap ba'da maghrib, rumahku dipenuhi oleh teman-teman sebayaku untuk mengaji, di ruang tamu rumahku yang sangat sederhana,disana hanya ada papan tulis bekas dan
'dingklik' yang sengaja di buat Bapak dari kayu-kayu bekas yang beliau kumpulkan untuk di jadikan meja meletakkan Al-Qur'an agar anak-anak lebih mudah untuk belajar.

Tidak ada TPA ataupun sarana untuk belajar agama di kampung kami sebelum ini, sebagian anak-anak "ngeluyur" tak tentu arah setiap ba'da maghrib, ada yang bermain kartu, gitar ataupun hanya sekedar nongkrong dan berbagi cerita, namun beberapa orang dari kami ada yang mempunyai tingkat kenakalan diatas rata-rata, tidak hanya main kartu atau gitar, terkadang mereka juga mengganggu ketenangan warga sekitar dengan mabuk-mabukan dari minuman alkohol yang di oplos, dan Bapak bilang itu adalah perbuatan yang sia-sia dan banyak membawa mudharat.
 
Setelah Bapak mulai mengajar, anak-anak menjadi rajin untuk mengaji, tak heran jama'ah di mushola semakin meningkat walaupun hanya diisi oleh anak-anak yang kadang hanya untuk "rame-rame" saja datang ke mushola, tapi Bapak tidak pernah memarahi mereka, hanya sesekali menegur karena beliau merasa bertanggung jawab atas mereka yang sebagian besar adalah murid mengaji Bapak. pengajian berlangsung setiap hari kecuali malam Jum'at, karena setiap malam Jum'at gilirian Bapak-lah yang menjadi "santri" di pengajian.
Sekitar dua tahun berlangsung pengajian tersebut sebelum berhenti karena kondisi Mama yang semakin memburuk, beliau sering sakit. Tapi itu adalah dua tahun yang tidak sia-sia bagi Bapak, sekarang akhlak anak-anak sudah mulai terarah, sebagian mereka ada yang menjadi santri mondok ataupun santri kalong di berbagai pengajian, termasuk Kakak-ku. itulah sebabnya kenapa Bapak lebih di hormati oleh remaja-remaja di kampung-ku sekarang.
Mama mengidap penyakit asma, peyakit itu sudah bersarang di tubuh beliau setelah kelahiran adik-ku Irsyad, dan sekarang kondisinya semakin memburuk, upah Bapak sebagai PNS hanya sekedar cukup untuk makan sehari-hari, tak heran kadang Mama-lah yang mencari uang tambahan dengan berjualan baju dan sebagainya, dan itu berdampak pada kesehtaan beliau yang semakin buruk.
hampir setiap malam penyakit beliau kambuh, bahkan harus sampai di opname Rumah Sakit,  tak heran Bapak-lah yang sering memasakan kami makanan setiap pagi jika Mama sedang di rawat, Kakak sulung-ku juga tak kalah gesit, karena tak ada anak perempuan di rumah maka beliaulah yang menggantikan peran Mama seperti mencucikan baju kami, bersih-bersih rumah dan sebagainya, Kakak-ku adalah anak yang rajin, bahkan terkadang anak-anak perempuan di kampungku yang malas terpecut semangatnya setiap melihat apa yang di kerjakan oleh Kakak-ku. begitulah kehidupan yang kami jalani sekitar lima tahun lebih, dan satu hal yang aku pelajari dari ini, yaitu makna "Kesabaran", Bapak-lah guru terbaik yang mengajarkan itu kepada kami.

Bapak adalah orang yang sangat sabar dan tawaddhu, beliau juga sangat pendiam, cukup jarang kata-kata yang keluar dari mulut beliau kecuali nasihat untuk kami.
Seiring berjalannya waktu kami mulai terbiasa dengan cobaan-cobaan yang satu persatu menabrak kami, lima tahun adalah waktu yang cukup lama untuk menempa kami satu persatu menjadi pribadi yang sabar, seperti pepatah "habis gelap, terbitlah terang". kehidupan kami mulai membaik setelah Bapak pindah kerja dari Kotabaru ke Tanah Bumbu, selain itu kondisi kesehatan Mama juga mulai membaik, Alhamdulillah.
Hidup berkecukupan adalah hal yang di dambakan oleh setiap keluarga, mungkin beigutlah yang saat itu ku rasakan, walaupun hanya sekedar "cukup", tapi itu lebih baik daripada "kurang". Aku rasa saat itulah cobaan mulai berhenti menerpa, Kakak-ku pun sudah bekerja saat itu, secara tidak lagsung beliau juga membantu memperbaiki perekonomian keluarga yang sebelumnya amburadul.
[to be continued... ]

0 komentar:

Posting Komentar